Mewujudkan Generasi Muda Yang Berakhlakulkarimah
Di sebagian sekolah kecenderungan seseorang anak “dihargai” bukan
berdasarkan bakat dan potensinya (ekstrakurikuler) tapi lebih kepada
nilai akademisnya (kurikuler). Kemampuan ekstrakurikuler dianggap sebagai
kemampuan kelas dua. Padahal di panggung kehidupan sebenarnya banyak orang yang
sukses bukan bersandarkan pada nilai akademis semata tapi pada
pengembangan bakat dan potensi yang dimilikinya.
Jika kita lihat benang merah dari pengangguran terdidik di Negara kita
berawal dari ketika masa kecil, beranjak remaja dan kemudian dewasa.
Semenjak sekolah kita menemukan permasalahan-permasalahan yang hari ini
dialami oleh santri/siswa kita. Banyak di antara santri/siswa kita yang kehilangan
orientasi sekolah. Mereka merasa bahwa orang tua yang memaksa mereka
untuk sekolah sehingga tidak menjadi kebutuhan baginya.
Mereka belum memahami apa urgensi belajar dan menuntut ilmu. Mereka
tidak dibimbing untuk memiliki impian dan cita-cita hidup, akibatnya
mereka tidak punya rencana hidup serta tidak punya manajemen diri dan
waktu.
Terlebih dengan pola pengajaran konvensional, siswa cendrung menjadi
objek dan robot. Pembelajaran menjadi kaku, karena mereka mesti diam,
tangan dilipat di atas meja dan dilarang banyak bertanya. Media
pembelajaran masih menggunakan papan tulis dan kapur/spidol. Sehingga
mengabaikan modalitas visual, auditorial dan kinestetik dari siswa.
Pembelajaran menjadi tidak menyenangkan. Padahal otak akan optimal
bekerja ketika pembelajaran itu kreatif, aktif, dan menyenangkan.
Akibatnya mereka menjadi malas belajar, malas sekolah, sering bertindak
nakal dan diluar batas seperti bolos, tawuran, mencontek, pergaulan
bebas, narkoba, menghabiskan waktu di warnet, main games dan
sebagainya.Bisa jadi itu bentuk sebagai pelampiasannya karena kejenuhan
atau keterpaksaan belajar. Karena mereka beranggapan orang tua dan guru
memaksa mereka untuk sekolah, padahal mereka lebih senang bermain. Lalu
kenapa sekolah tidak kita jadikan “ajang permainan”. Maksudnya belajar
sambil bermain. Hal itu tentu sangat terkait dengan kemampuan dan
kreativitas guru sendiri bagaimana cara mengajar yang efektif, kreatif
dan menyenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar