Smart & Religious
Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

Rabu, 22 April 2015

6 PENGUAT HATI SANG SANTRI

Menjadi seorang santri merupakan suatu anugerah yang tidak ternilai harganya. Sekaligus pula ujian bagi siapa saja yang ingin menyandangnya. Karena dengan menjadi santri, kita akan lebih banyak terisolasi dari dunia luar. Dan dengan peraturan pesantren yang ada, santri di kader untuk menjadi manusia istimewa. Lain daripada yang lain. Sehingga banyak tantangan yang harus di hadapi oleh santri tersebut.


Yang dulunya boleh sekarang menjadi dilarang. Yang dulunya dianggap biasa ternyata itu berdosa. Terkadang hati memberontak ingin keluar dari belenggu peraturan. Terkadang jiwa goyang karena lelah menghadapi tantangan. Di saat itulah seorang santri membutuhkan penguat bagi jiwanya. Di saat itulah seorang santri menginginkan penopang di hatinya. Agar ia tetap tenang dan nyaman hidup di dalam pesantren.

Maka sebagaimana bangunan agar tidak rubuh, hatipun harus di jaga agar tetap utuh. Dengan mengetahui tiang-tiang hati, maka santri bisa mempertahankan diri dari cobaan yang datang silih berganti.

Sekarang kita bertanya-tanya, apakah tiang-tiang hati santri tersebut????.

Setidaknya ada 6 tiang bagi seorang santri, agar ia terjaga dan semangat dalam menjalani hari. Ayo kita bersama, satu persatu membahasnya.

1.      Orang tua
Orang tua memiliki peran yang sangat penting bagi seorang santri. Bagaimana tidak, dirinya adalah darah daging mereka. Sejak kecil mereka hidup bersama. Jadi, sangatlah pantas orang tua menduduki peringkat pertama sebagai penopang hati bagi santri. Santri akan banyak menumpahkan masalahnya kepada ayah bundanya. Sebagai contoh : saya memiliki teman yang menjadi ustaz di pesantren. Suatu ketika datang santri meminjam hp kepada beliau. Ternyata santri itu ingin menelepon orang tuanya. Dengan senangnya santri itu berbicara lama dengan bapaknya. “Bah, gimana caranya ya biar maksiat itu hilang???. Apalagi masalah perempuan bah, selalu terbayang wajahnya . Padahal itukan dosa ya bah” Tanya sang santri kepada abahnya. Dia masih tidak sadar, kalau dari tadi teman saya masih ada di situ dan memperhatikannya. “Eh, suara abahnya di speaker dong. Saya juga penasaran sama jawabannya” batin temen saya itu. Hahaha.
Itu satu contoh di antara ribuan kejadian yang pernah ada. Akan tetapi hubungan ini akan bermasalah jika si santri masuk pesantrennya di paksa orang tua. Apakah ada???. Oh, ada dan sangat banyak. Bahkan ketika kesantrian sudah resmi mengeluarkan santri dari pondok, terkadang orang tua merengkek agar anaknya tidak dikeluarkan. Padahal sang anak sendiri memang sudah tidak betah dengan kehidupan pesantren.Ketika hubungan santri dengan orang tua rusak dikarnakan pemaksaan ketika masuk pesantren, maka mereka sudah menjadi tiang yang rapuh. Kemungkian terburuk, santri hanya akan berbicara jika perlu membayar uang spp. Ketika sudah terjadi seperti ini, ada tiang kedua yang siap menopang santri tersebut.
2.      Saudara kandung
Saudara sedarah merupakan manusia tingkat kedua yang terdekat dengan seseorang. Ketika terjadi kerenggangan dengan orang tua, maka santri akan berlari menuju saudaranya. Terkadang pula, santri malah lebih menurut dengan saudaranya dari pada dengan bapak ibunya. Hanya saja, jikalau santri itu anak pertama, maka tiang kedua ini menjadi tidak ada. Karena yang saya maksud dengan saudara di sini adalah kakaknya. Karena jika saudaranya itu adiknya, santri ini lebih pantas untuk mendengar curhatannya. Diapun tertuntut untuk lebih dewasa dan berusaha untuk memecahkan permasalahan adiknya. Kalau begitu, kita akan beralih menuju ke tiang berikutnya.
3.      Ustadz

Benar, seorang ustaz menjadi tiang penopang seorang santri.  Karena pada hakikatnya, ustaz adalah orang tuanya di pesantren. Betapa banyak santri yang bisa berubah karena nasehat dari ustaznya. Betapa banyak pula santri berusaha bertahan diri dari beratnya kehidupan di pesantren karena dukungan ustaznya. Karena memang sudah tugas seorang guru untuk selalu membimbing dan mengarahkan santrinya kepada kebaikan. Kalaulah dengan orang tua hanya bisa sekedar berbicara. Seorang santri dengan ustaznya bisa bertatap muka.
Interaksi yang dekat seperti ini akan lebih menyelesaikan masalah dibandingkan hanya sekedar teori belaka. Apalagi jika sang ustaz selalu mengawasi perkembangan santri setiap saat, maka sudah bisa dipastikan apa sebenarnya inti dari permasalahan.
Tetapi kebanyakan yang terjadi, ustaz selalu sibuk dengan urusan umat yang begitu banyaknya. Di tambah lagi dengan adanya keluarga yang harus dinafkahi, maka waktu untuk santri akan semakin sedikit. Bahkan ada di lain waktu, ustaz menjadi musuh besar bagi santri itu sendiri. Apalagi ustaz yang senang menghukum saja tanpa berbaik sikap di lain tempat. Pasti kebencian santri akan menggelora kepada ustaznya. Kalau sudah begini yang terjadi, kita beralih menuju tiang selanjutnya.
4.      Kakak kelas
Kakak kelas atau senior setidaknya juga memiliki andil yang besar bagi keseimbangan hati seorang santri. Sudah cukup banyak santri keluar dari pesantren berkat jasa kakak kelasnya. Menurut teman saya di sebuah pesantren, kakak kelasnya di sana sering sekali meminta uang kepada adik kelas. Jika menolak, maka akan di ancam dengan berbagai ancaman. Entah dipukuli rame-rame kah, atau almarinya di bongkar paksa. 

Waktu itu saya tidak begitu saja percaya, karena di pesantren kami kakak kelasnya baik banget. Suka ntraktir adik kelas. Bahkan tidak sungkan-sungkan memasakkan kami makanan yang enak. Tetapi setelah mendengar berkali-kali dari teman yang lainnya, akhirnya saya percaya juga. Jadi saya bersyukur, dulu pernah memiliki kakak kelas yang baik. Yang membuat kita nyaman hidup di pesantren. Lha bagaimana kalau memang dapatnya yang suka mengancam dan berbuat kasar ???. kita akan beralih ke tiang yang kelima.
5.      Teman seangkatan
Kalau memang 4 manusia di atas tadi belum mampu membuat santri kuat dan betah di pesantren, maka teman seangkatan adalah solusi terakhirnya. Ya, manusia jenis ini yang akan bersama santri itu kapan dan di mana saja. Ngaji, makan, belajar, jalan-jalan sampai mau tidurpun mereka lakukan bersama. Sehingga dengan adanya teman model ini, santri dapat bercerita dan berbagi rasa tentang masalahnya.
Walaupun sering kali bukannya menyelesaikan masalah, tapi memperumit masalah. Karena tingkat kedewasaannya yang sama dan mungkin sama-sama memiliki problematika. Tetapi pada dasarnya mereka akan saling pengertian dan membantu kala sahabatnya membutuhkan. Tetapi jikalau terjadi perselisihan antara teman sendiri gimana dong????. Tenang, masih ada tiang satu lagi yang mampu menopang keyakinan santri.
6.      Diri sendiri
Ya, diri santri sendirilah yang memiliki tiang terkuat sesungguhnya. Jikalau ke-5 tiang bersama-sama berusaha meyakinkan dirinya untuk tetap bertahan di pesantren, tetapi diri sendiri sudah menolak dan tetap ingin keluar, maka semuanya tidak akan berguna. Memiliki keyakinan pada diri sendiri akan membuat kita kuat dan bisa bertahan walaupun tanpa motivasi dari orang lain. Maka jangan sampai tiang terakhir ini rubuh, atau yang artinya tidak memiliki percaya diri. Karena hal itu sama saja dengan mati.

 Wallahu a’lamu bishowab

Tidak ada komentar: