Menjadi seorang santri merupakan suatu anugerah yang
tidak ternilai harganya. Sekaligus pula ujian bagi siapa saja yang ingin
menyandangnya. Karena dengan menjadi santri, kita akan lebih banyak terisolasi
dari dunia luar. Dan dengan peraturan pesantren yang ada, santri di kader untuk
menjadi manusia istimewa. Lain daripada yang lain. Sehingga banyak tantangan
yang harus di hadapi oleh santri tersebut.
Yang dulunya boleh sekarang menjadi dilarang. Yang dulunya dianggap biasa ternyata itu berdosa. Terkadang hati memberontak ingin keluar dari belenggu peraturan. Terkadang jiwa goyang karena lelah menghadapi tantangan. Di saat itulah seorang santri membutuhkan penguat bagi jiwanya. Di saat itulah seorang santri menginginkan penopang di hatinya. Agar ia tetap tenang dan nyaman hidup di dalam pesantren.
Maka sebagaimana bangunan agar tidak rubuh, hatipun harus
di jaga agar tetap utuh. Dengan mengetahui tiang-tiang hati, maka santri bisa
mempertahankan diri dari cobaan yang datang silih berganti.
Sekarang kita bertanya-tanya, apakah tiang-tiang hati
santri tersebut????.
Setidaknya ada 6 tiang bagi seorang santri, agar ia
terjaga dan semangat dalam menjalani hari. Ayo kita bersama,
satu persatu membahasnya.
1. Orang tua
Orang tua memiliki peran yang sangat penting
bagi seorang santri. Bagaimana tidak, dirinya adalah darah daging mereka. Sejak
kecil mereka hidup bersama. Jadi, sangatlah pantas orang tua menduduki
peringkat pertama sebagai penopang hati bagi santri. Santri akan banyak
menumpahkan masalahnya kepada ayah bundanya. Sebagai contoh : saya memiliki
teman yang menjadi ustaz di pesantren. Suatu ketika datang santri meminjam hp
kepada beliau. Ternyata santri itu ingin menelepon orang tuanya. Dengan
senangnya santri itu berbicara lama dengan bapaknya. “Bah, gimana caranya ya
biar maksiat itu hilang???. Apalagi masalah perempuan bah, selalu terbayang
wajahnya . Padahal itukan dosa ya bah” Tanya sang santri kepada abahnya. Dia
masih tidak sadar, kalau dari tadi teman saya masih ada di situ dan
memperhatikannya. “Eh, suara abahnya di speaker dong. Saya juga penasaran sama
jawabannya” batin temen saya itu. Hahaha.
Itu satu contoh di antara ribuan kejadian
yang pernah ada. Akan tetapi hubungan ini akan bermasalah jika si santri masuk
pesantrennya di paksa orang tua. Apakah ada???. Oh, ada dan sangat banyak.
Bahkan ketika kesantrian sudah resmi mengeluarkan santri dari pondok, terkadang
orang tua merengkek agar anaknya tidak dikeluarkan. Padahal sang anak sendiri
memang sudah tidak betah dengan kehidupan pesantren.Ketika hubungan santri
dengan orang tua rusak dikarnakan pemaksaan ketika masuk pesantren, maka mereka
sudah menjadi tiang yang rapuh. Kemungkian terburuk, santri hanya akan
berbicara jika perlu membayar uang spp. Ketika sudah terjadi seperti ini, ada
tiang kedua yang siap menopang santri tersebut.
2.
Saudara kandung
Saudara sedarah merupakan manusia tingkat
kedua yang terdekat dengan seseorang. Ketika terjadi kerenggangan dengan orang
tua, maka santri akan berlari menuju saudaranya. Terkadang pula, santri malah
lebih menurut dengan saudaranya dari pada dengan bapak ibunya. Hanya saja,
jikalau santri itu anak pertama, maka tiang kedua ini menjadi tidak ada. Karena
yang saya maksud dengan saudara di sini adalah kakaknya. Karena jika saudaranya
itu adiknya, santri ini lebih pantas untuk mendengar curhatannya. Diapun
tertuntut untuk lebih dewasa dan berusaha untuk memecahkan permasalahan
adiknya. Kalau begitu, kita akan beralih menuju ke tiang berikutnya.
3.
Ustadz
Benar, seorang ustaz menjadi tiang penopang
seorang santri. Karena pada hakikatnya,
ustaz adalah orang tuanya di pesantren. Betapa banyak santri yang bisa berubah
karena nasehat dari ustaznya. Betapa banyak pula santri berusaha bertahan diri
dari beratnya kehidupan di pesantren karena dukungan ustaznya. Karena memang
sudah tugas seorang guru untuk selalu membimbing dan mengarahkan santrinya
kepada kebaikan. Kalaulah dengan orang tua hanya bisa sekedar berbicara.
Seorang santri dengan ustaznya bisa bertatap muka.
Interaksi yang dekat seperti ini akan lebih
menyelesaikan masalah dibandingkan hanya sekedar teori belaka. Apalagi jika
sang ustaz selalu mengawasi perkembangan santri setiap saat, maka sudah bisa
dipastikan apa sebenarnya inti dari permasalahan.
Tetapi kebanyakan yang terjadi, ustaz selalu
sibuk dengan urusan umat yang begitu banyaknya. Di tambah lagi dengan adanya
keluarga yang harus dinafkahi, maka waktu untuk santri akan semakin sedikit. Bahkan
ada di lain waktu, ustaz menjadi musuh besar bagi santri itu sendiri. Apalagi
ustaz yang senang menghukum saja tanpa berbaik sikap di lain tempat. Pasti
kebencian santri akan menggelora kepada ustaznya. Kalau sudah begini yang
terjadi, kita beralih menuju tiang selanjutnya.
4.
Kakak kelas
Kakak kelas atau senior setidaknya juga
memiliki andil yang besar bagi keseimbangan hati seorang santri. Sudah cukup
banyak santri keluar dari pesantren berkat jasa kakak kelasnya. Menurut teman
saya di sebuah pesantren, kakak kelasnya di sana sering sekali meminta uang
kepada adik kelas. Jika menolak, maka akan di ancam dengan berbagai ancaman.
Entah dipukuli rame-rame kah, atau almarinya di bongkar paksa.
Waktu itu saya
tidak begitu saja percaya, karena di pesantren kami kakak kelasnya baik banget.
Suka ntraktir adik kelas. Bahkan tidak sungkan-sungkan memasakkan kami makanan
yang enak. Tetapi setelah mendengar berkali-kali dari teman yang lainnya,
akhirnya saya percaya juga. Jadi saya bersyukur, dulu pernah memiliki kakak
kelas yang baik. Yang membuat kita nyaman hidup di pesantren. Lha bagaimana
kalau memang dapatnya yang suka mengancam dan berbuat kasar ???. kita akan
beralih ke tiang yang kelima.
5.
Teman seangkatan
Kalau memang 4 manusia di atas tadi belum
mampu membuat santri kuat dan betah di pesantren, maka teman seangkatan adalah
solusi terakhirnya. Ya, manusia jenis ini yang akan bersama santri itu kapan
dan di mana saja. Ngaji, makan, belajar, jalan-jalan sampai mau tidurpun mereka
lakukan bersama. Sehingga dengan adanya teman model ini, santri dapat bercerita
dan berbagi rasa tentang masalahnya.
Walaupun sering kali bukannya menyelesaikan
masalah, tapi memperumit masalah. Karena tingkat kedewasaannya yang sama dan
mungkin sama-sama memiliki problematika. Tetapi pada dasarnya mereka akan
saling pengertian dan membantu kala sahabatnya membutuhkan. Tetapi jikalau
terjadi perselisihan antara teman sendiri gimana dong????. Tenang, masih ada
tiang satu lagi yang mampu menopang keyakinan santri.
6.
Diri sendiri
Ya, diri santri sendirilah yang memiliki
tiang terkuat sesungguhnya. Jikalau ke-5 tiang bersama-sama berusaha meyakinkan
dirinya untuk tetap bertahan di pesantren, tetapi diri sendiri sudah menolak
dan tetap ingin keluar, maka semuanya tidak akan berguna. Memiliki keyakinan
pada diri sendiri akan membuat kita kuat dan bisa bertahan walaupun tanpa
motivasi dari orang lain. Maka jangan sampai tiang terakhir ini rubuh, atau
yang artinya tidak memiliki percaya diri. Karena hal itu sama saja dengan mati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar